BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Akhir-akhir ini banyak orang membicarakan masalah krisis kepemimpinan. Banyak orang mengatakan bahwa pada zaman sekarang sangat sulit mencari kader-kader pemimpin pada berbagai tingkatan. Orang pada zaman sekarang cenderung mementingkan diri sendiri dan tidak atau kurang perduli pada kepentingan orang lain, dan kepentingan lingkungannya. Krisis kepemimpinan ini disebabkan karena makin langkanya keperdulian pada kepentingan orang banyak, dan kepentingan lingkungannya. Sekurang-kurangnya terlihat ada tiga masalah mendasar yang menandai kekurangan ini. Pertama adanya krisis komitmen. Kebanyakan orang tidak merasa mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk memikirkan dan mencari pemecahan masalah kemaslahatan bersama, masalah harmoni dalam kehidupan dan masalah kemajuan dalam kebersamaan Kedua, adanya krisis kredibilitas. Sangat sulit mencari pemimpin atau kader pemimpin yang mampu menegakkan kredibilitas tanggung jawab. Kredibilitas itu dapat diukur misalnya dengan kemampuan untukmenegakkan etika memikul amanah, setia pada kesepakatan dan janji, bersikap teguh dalam pendirian, jujur dalam memikul tugas dan tanggung jawab yang dibebankan padanya, kuat iman dalam menolak godaan dan peluang untuk menyimpang. Ketiga, masalah kebangsaan dan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Saat ini tantangannya semakin kompleks dan rumit. Kepemimpinan sekarang tidak cukup lagi hanya mengandalkan pada bakat atau keturunan. Pemimpin zaman sekarang harus belajar, harus membaca, harus mempunyai pengetahuan mutakhir dan pemahamannya mengenai berbagai soal yang menyangkut kepentingan orang-orang yang dipimpin. Juga pemimpin itu harus memiliki kredibilitas dan integritas, dapat bertahan, serta melanjutkan misi kepemimpinannya. Kalau tidak, pemimpin itu hanya akan menjadi suatu karikatur yang akan menjadi cermin atau bahan tertawaan dalam kurun sejarah di kemudian hari.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa arti kepemimpinan efektif?
2. Apa saja kriteria pemimpin?
3. Bagaimana perilaku pemimpin?
4. Bagaiman cara mengambil keputusan seorang pemimpin?
5. Bagaimana gaya kepemimpinan yang efektif?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui arti kepemimpinan efektif?
2. Untuk mengetahui apa saja kriteria seorang pemimpin?
3. Untuk mengetahui bagaimana perilaku pemimpin?
4. Untuk mengetahui bagaiman cara mengambil keputusan seorang pemimpin?
5. Untuk mengetahui gaya kepemimpinan yang efektif?
BAB II
PEMBAHASAN
1. ARTI KEPEMIMPINAN
Secara umum, kepemimpinan dapat diartikan sebagai proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas tugas dari orang-orang dalam kelompok. Kepemimpinan berarti melibatkan orang lain, yaitu bawahan atau karyawan yang akan dipimpin. Kepemimpinan juga melibatkan pembagian kekuasaan (Power). Pemimpin mempunyai power yang lebih besar dibandingkan dengan yang dipimpin. Power tersebut datang dari beberapa sumber, diantaranya adalah : Reward power, Coercive power, Legitimate power, Referent power, dan Expert power.
Manajer secara umum, mempunyai keahlian yang lebih tinggi, dibandingkan bawahannya, manajer dapat juga mempunyai kekuasaan referensi yang mendorong bawahan ingin meniru perilaku menejer, meskipun kekuasaan yang terakhir ini barangkali tidak sebesar kekuasaan sebelumnya.
Pemimpin tidak sama dengan manajer. Pemimpin biasanya dikaitkan dengan orang yang mempunyai semangat yang tinggi, kharisma yang tinggi, dan kemampuan memotifasi orang lain yang sangat tinggi. Sementara Manajer biasanya dikaitkan dengan orang yang mampu merencanakan, mengelola, dan mengendalikan organisasi dengan baik, tetapi tidak mempunyai kemampuan memotifasi orang lain dengan baik. Presiden Soekarno barangkali contoh seorang pemimpin yang efektif, karena hanya dengan pidatonya, beliau mampu menggerakkan bangsa Indonesia melawan penjajah. Sementara para manajer biasanya memotifasi karyawannya dengan intensif gaji.
Kepemimpinan adalah kemampuan meyakinkan orang lain supaya bekerja sama di bawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai atau melakukan suatu tujuan. Seorang pemimpin itu adalah berfungsi untuk memastikan seluruh tugas dan kewajiban dilaksanakan di dalam suatu organisasi. Seseorang yang secara resmi diangkat menjadi kepala suatu group I kelompok bisa saja ia berfungsi atau mungkin tidak berfungsi sebagai pemimpin. Seorang pemimpin adalah seseorang yang unik dan tidak di wariskan secara otomatis tetapi seorang pemimpin haruslah memiliki karekteristik tertentu yang timbul pada situasi -situasi yang berbeda
Menurut John. R. Schermer Horn : “Untuk menjadi seorang manajer tidaklah suatu yang mudah. Untuk menjadi manajer berarti berani untuk bertindak secara efektif dalam arti menyeluruh dalam perencanaan (planning), organisasi (organizing), memimpin dan mengendalikan. Kepemimpinan yang sukses adalah suatu kemauan tetapi bukan dalam kondisi sukses managerial. Seorang manajer yang baik, maka akan baik pula kepemimpinannya, tetapi seorang yang baik kepemimpinannya belum tentu baik dalam manajer yang baik manajer.
Kepemimpinan adalah usaha mempengaruhi aktivitas individu atau kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Ricky W. Griffin membagi pengrtian kepemimpinan menjadi dua konsep, yakni penerapannya sebagai proses dan sebagai atribut.
Sebagai proses, kepemimpinan di fokuskan kepada apa yang di lakukan oleh para pemimpin, yaitu proses yang mengharuskan seseorang pemimpin di dalam menggunakan pengaruhnya untuk memperjelas tujuan organisasi bagi para pegawai, atau siapa saja yang dipimpinnya, kemudian memotivasi mereka agar dapat mencapai tujuan bersama dan membantu penciptaan budaya produktif di dalam organisasi.
Sebagai atribut, kepemimpinan adalah kumpulan karakteristik yang harus di miliki oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu, pemimpin dapat didefinisikan sebagai seseorang yang mempunyai kemempuan untuk mempengaruhui orang lain tanpa menggunakan kekuatan, sehingga orang-orang yang di pimpin itu menerima dirinya aebagai sosok yang layak memimpin.
Paradigma secera luas untuk membedakan leader (Pemimpin) dan manajer :
Manajer harus menggunakan fungsi-fungsi (proses) manajemen, sedangkan leader belum tentu menerapkan fungsi-fungsi tersebut.
Manajer di batasi oleh aturan-aturan organisasi, sedangkan leader (dalam arti luas) belum tentu dibatasi.
Contoh :
Ada seseorang yang bertanya kepada karyawan di sebuah perusahaan mengenai penilaian, “apakah bos-nya itu adalah seorang manajer yang baik?” Karyawan itu menjawab, “Ya, bos-ku adalah seorang manajer yang baik.” Kemudian seseorang tersebut bertanya lahi, “Apakah bos-mu adalah juga seorang pemimpin (leader) yang baik?” Setelah berfikir beberapa saat, karyawan itu merespon, “Saya rasa tidak.”
Dalam kajian lain yang di tulis oleh Eric Garner, antara leadership (leader) dan manajemen (Manajer) sebenarnya memiliki sisi-sisi perbedaan yang cukup tajam. Bisakah seorang leader me-manage? Bisakah seorang manajer memimpin? Setidaknya ada 7 cara untuk memahami wacana ini :
1. Arah dan Kemudi
Kata leadership konon berasal dari bahasa inggris kuno ‘lad’ yang berarti ‘arah’. Sebuah kata ‘lad’ atau ‘lode’ dimaknai sebagai garis-garis retakan yang menuju pada bijih besi, sebuah batu lode (ledostone) adalah sebuah benda yang di percayai dapat memberikan bimbingan, lode-star adalah nama sebuah bintang yang di jadikan petunjuk arah oleh para pelaut. Sementara itu, kata manajement berasal dari bahasa latin ‘manus’ yang berarti ‘tangan’ yang biasa digunakan manusia untuk memperbaiki berbagai benda. Dengan demikian, leadership itu ibarat orang yang menunjukkan arah kapal, sedangkan manajemen itu mempertahnkan tangan untuk memutar roda kemudi kapal.
2. Berkembang dan Bertahan
Organisasi apapun pasti butuh bertahan dan berkembang. Untuk bisa bertahan, di perlukan kebutuhan-kebutuhan dasar hidup seperti makanan, minuman (air), dan sandang, bagi manusia. Bagi organisasi, adanya laba, pelanggan, dan program-program kerja adalah unsur-unsur yang menjadi pertahanan hidup. Sedangkan berkembang adalah usaha untuk menjadi lebih baik dari keadaan sebelumnya. Pemeliharaan dan upaya mempertahankan organisasi dapat dilakukan melalui fungsi-fungsi manajemen seperti pengukuran, penilaian, pengawasan, menjaga stoc barang, dan mempertimbangkan kebijakan. Di lain sisi, untuk membawa organisasi dapat lebih maju berkembang, di butuhkanlah leadership yang bertugas untuk membawa pada arah perubahan dan pemberdayaan.
3. Potensi dan Sumber Daya
Manajemen hanya mengukur apa yang bisa di hitung dan di liahat. Manajemen hanya berhubungan dengan sumber-sumber daya organisasi di masa lalu dan bagaimana orang-orang bisa bekerja untuk masa sekarang. Sementara itu, leadership memandang seseorang sebagai sesuatu yang tidak bisa di ukur, serta mengerjakan sesuatu yang di anggap kebanyakan orang sebagai tugas yang tidak mungkin dapat dilakukan. Hal ini berkaitan dengan prospek masa depan dan bagaimana orang-orang sanggup menyelesaikan pekerjaan bilamana potensi mereka terealisasikan. Leadeship berfungi mencari potensi dan manajemen mengelola sumber-sumber daya yang sudah ada.
4. Otak Kanan dan Otak Kiri
Bagian otak kanan manusia adalah letaj dari imajinasi, kreativitas, dan emosi berfikir. Sedangkan otak kiri adalah sistem yang bekerja untuk operasi logika dan berfikir rasional. Ketika dua sisi otak ini memiliki karakter yang berbeda, maka amat beruntung bilamana dapat di gunakan secara bersama-sama dan seimbang. Otak kiri yang lebih rasional adalah bagian dari kerja manajemen, karena berhubungan dengan apa-apa yang bisa di hitung, mendetail, kontrol, dominasi, aksi, analisa, pengukuran, dan tertib teratur. Sementara otak kanan adalah analogi untuk leadership, karena berdekatan dengan apa-apa yang tidak bisa di hitung, melihat sesuatu secara holistik menyeluruh, sintesa, kemungkinan-kemungkinan, kepercayaan, visi, artistik, instuisi, dan imajinasi.
5. Tujuh (7) S
Richard Pascale mengatakan bahwa unsur-unsur yang menentukan jalannya kinerja dan performance (pelaksanaan) organisasi itu terletak pada tujuh hal :
1) Strategy ( strategi, akal)
2) Structure ( struktur, kerangka)
3) Systems (sistem)
4) Shared Values (Membagi penilaian)
5) Staff (dewan pegawai)
6) Skills (Kepandaian, ketrampilan)
7) Style (gaya bahasa)
Fungsi dan evektivitas dari strategy, structure, dan system hanya bisa berjalan di atas tangan seorang manajer karena berhubungan dengan benda-benda atau teknik teknologi, dan manajerlah orang yang tepat untuk mengatasi hal ini. Sedangkan fungsi dari shared values, staff, skills, dan style, hanya dapat berjalan di atas tangan seorang leader (pemimpin) karena berhubungan dengan orang-orang.
6. Seni dan Sains (Ilmu)
Johan Adair dalam buku Leadershipnya membandingkan manajemen dan kepemimpinan dengan dikatomi klasik antara seni dan sains. Manajer berasal dari kerja pikiran, akurasi, rutinitas, statistikal, dan metodikal. Dengan demikian, manajeman adalah sebuah sains. Sementara itu, seorang pemimpin tumbuh berkembang dari semainan jiwa dan semangat (Spirit), yang mencakup kepribadian dan visi. Jadi, leadership adalah sebuah seni. Keberadaannya para manajer itu penting, dan keberadaan leadaer itu esensial.
7. Jangka Panjang dan Jangka Pendek
Tatkala sebuah organisasi berfikir tentang masa sekarang dan masa depan dalam jangka pendek, maka hal itu berfikir tentang diri sendiri sebagai unit produksi. Sepertihalnya melihat perumpamaan ‘masalah teknik yang membutuhkan jawaban teknik’. Namun bilaman organisasi berfikir tentang masa depan dalam jangka panjang, maka hal tersebut berfikir tentang membangun, mempelajari, dan berkembang. Tidak kalah pentingnya juga untuk mengidentifikasi dan mengembangkan peluang-peluang. Organisasi yang memerlukan perbaikan secara cepat dalam jangka pendek itu tergantung pada figur manajer, sedangkan organisasi yang menginginkan perkembangan dalam jangka panjang di masa depan itu tergantung pada visi seorang leader.
Perbedaan antara manajemen dan leadeship itu ibarat perbedaan yang menarik di antara laki-laki dan perempuan, matahari dan bulan, siang dan malam, gemuk dan khurus, panas dan dingin, datang dan pergi, dan seterusnya. Kedua adalah dua sisi dari satu buah koin yang sama. Untuk menjadikanya sebagai satu kesatuan yang utuh, kita tidak bisa hanya melihat satu sisi saja, malainkan harus melihat sisi yang lainnya juga. Meskipun berbeda dan di bedakan, keduanya adalah bagian dari keseluruhan. Memang bertentangan secara esensial, tetapi justru di dalam dinamika pertentangan itulah, keduanya saling memperjelas keberadaan yang lain.
Dapat di simpulkan bahwa kepemimpinan atau pemimpin adalah suatu proses mengarahkan dan mempengaruhi aktivitas-aktivitas tugas dari orang-orang dalam kelompok, biasanya dikaitkan dengan orang yang mempunyai semangat yang tinggi, kharisma yang tinggi, dan kemampuan memotifasi orang lain yang sangat tinggi, dan usaha mempengaruhi aktivitas individu atau kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, serta meyakinkan orang lain supaya bekerja sama di bawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai atau melakukan suatu tujuan
2. KEKUASAAN DAN WEWENANG
Untuk dapat mengusahakan orang lain bekerjasama dengannya, maka pemimpin dapat menggunakan kewibawaan tertentu atau diberikan kewenangan/kekuasaan formal tertentu. Kekuasaan merupakan suatu bagian yang merasuk ke seluruh sendi kehidupan organisasi. Bahkan dikatakan oleh Mc Clelland kekuasaan merupakan salah satu kebutuhan manusia. Manager dan non manager menggunakan kekuasaan dalam aktivitas sehari-harinya. Mereka memanipulasi kekuasaan untuk mencapai tujuan dan memperkuat kedudukan mereka. Dalam teori otoritas formil, kewenangan adalah suatu kekuasaan atau hak untuk bertindak, untuk memerintah atau menurut tindakan oleh orang lain.
Kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain untuk mencapai sesuatu dengan cara yang diinginkan. Studi tentang kekuasaan dan dampaknya merupakan hal yang penting dalam manajemen. Karena kekuasaan merupakan kemampuan mempengaruhi orang lain, maka mungkin sekali setiap interaksi dan hubungan sosial dalam suatu organisasi melibatkan penggunaan kekuasaan. Cara pengendalian unit organisasi dan individu di dalamnya berkaitan dengan penggunaan kekuasaan. Kekuasaan manager yang menginginkan peningkatan jumlah penjualan adalah kemampuan untuk meningkatkan penjualan itu. Kekuasaan melibatkan hubungan antara dua orang atau lebih. Dikatakan A mempunyai kekuasaan atas B, jika A dapat menyebabkan B melakukan sesuatu di mana B tidak ada pilihan kecuali melakukannya. Kekuasaan selalu melibatkan interaksi sosial antar beberapa pihak, lebih dari satu pihak. Dengan demikian seorang individu atau kelompok yang terisolasi tidak dapat memiliki kekuasaan karena kekuasaan harus dilaksanakan atau mempunyai potensi untuk dilaksanakan oleh orang lain atau kelompok lain.
Kekuasaan amat erat hubungannya dengan wewenang. Tetapi kedua konsep ini harus dibedakan. Kekuasaan melibatkan kekuatan dan paksaan, wewenang merupakan bagian dari kekuasaan yang cakupannya lebih sempit. Wewenang tidak menimbulkan implikasi kekuatan. Wewenang adalah kekuasaan formal yang dimiliki oleh seseorang karena posisi yang dipegang dalam organisasi. Jadi seorang bawahan harus mematuhi perintah manajernya karena posisi manajer tersebut telah memberikan wewenang untuk memerintah secara sah. Unsur yang ada di dalam wewenang :
1. Wewenang ditanamkan pada posisi seseorang. Seseorang mempunyaiwewenang karena posisi yang diduduki, bukan karena karakteristik pribadinya;
2. Wewenang tersebut diterima oleh bawahan. Individu pada posisi wewenang yang sah melaksanakan wewenang dan dipatuhi bawahan karena dia memiliki hak yang sah; serta
3. Wewenang digunakan secara vertikal. Wewenang mengalir dari atas ke bawah mengikuti hierarkii organisasi. Konsep lain yang sangat dekat dengan kekuasaan adalah pengaruh. Pengaruh merupakan suatu transaksi sosial di mana seseorang atau sekelompok orang yang lain untuk melakukan kegiatan sesuai dengan harapan orang atau ke!ompok yang mempengaruhi. Dengan demikian kita bisa mendefinisikan kekuasaan sebagai kemampuan untuk mempunyai pengaruh. Pembedaan kekuasaan dengan pengaruh akan lebih memperjelas pemahaman atas konsep ini. Tetapi para penulis juga sering menggunakan konsep pengaruh dengan maksud menjelaskan kekuasaan, begitu sebaliknya. Dalam modul ini istilah pengaruh dan kekuasaan bisa dipakai secara bergantian.
3. BASIS KEKUASAAN
Kekuasaan dapat berasal dari berbagai sumber. Bagaimana kekuasaan tersebut diperoleh dalam suatu organisasi sebagian besar tergantung jenis kekuasaan yang sedang dicari. Kekuasaan dapat berasal dari basis antar pribadi, struktural, dan situasi.
1. Kekuasaan Antar pribadi
John R.P. French dan Bertram Raven mengajukan lima basis kekuasaan antar pribadi sebagai berikut : kekuasaan legitimasi, imbalan, paksaan, ahli, dan panutan.
a) Kekuasaan Legitimasi
Kekuasaan legitimasi adalah kemampuan seseorang untuk mempengaruhi orang lain karena posisinya. Seorang yang tingkatannya lebih tinggi memiliki kekuasaan atas pihak yang berkedudukan lebih rendah. Dalam teori, orang yang mempunyai kedudukan sederajat dalam organisasi, misalnya sesama manajer, mempunyai kekuasaan legitimasi yang sederajat pula. Kesuksesan penggunaan kekuasaan legitimasi ini sangat dipengaruhi oleh bakat seseorang mengembangkan seni aplikasi kekuasaan tersebut. Kekuasaan legitimasi sangat serupa dengan wewenang. Selain seni pemegang kekuasaan, para bawahan memainkan peranan penting dalam pelaksanaan penggunaan legitimasi. Jika bawahan memandang. penggunaan kekuasaan tersebut sah, artinya sesuai dengan hak-hak yang melekat, mereka akan patuh. Tetapi jika dipandang penggunaan kekuasaan tersebut tldak sah, mereka mungkin sekali akan membangkang. Batas-batas kekuasaan ini akan sangat tergantung pada budaya, kebiasaan dan sistem nilai yang berlaku dalam organisasi yang bersangkutan.
b) Kekuasaan Imbalan
Kekuasaan imbalan didasarkan atas kemampuan seseorang untukmemberikan imbalan kepada orang lain (pengikutnya) karena kepatuhan mereka. Kekuasaan imbalan digunakan untuk mendukung kekuasaan legitimasi. Jika seseorang memandang bahwa imbalan, baik imbalan ekstrinsik maupun imbalan intrinsik, yang ditawarkan seseorang atau organisasi yang mungkin sekali akan diterimanya, mereka akan tanggap terhadap perintah. Penggunaan kekuasaan imbalan ini amat erat sekali kaitannya dengan teknik memodifikasi perilaku dengan menggunakan imbalan sebagai faktor pengaruh.
c) Kekuasaan Paksaan
Kekuasaan imbalan seringkali dilawankan dengan kekuasaan paksaan, yaitu kekuasaan untuk menghukum. Hukuman adalah segala konsekuensi tindakan yang dirasakan tidak menyenangkan bagi orang yang menerimanya. Pemberian hukuman kepada seseorang dimaksudkan juga untuk memodifikasi perilaku, menghukum perilaku yang tidak baik/merugikan organisasi dengan maksud agar berubah menjadi perilaku yang bermanfaat. Para manajer menggunakan kekuasaan jenis ini agar para pengikutnya patuh pada perintah karena takut pada konsekuensi tidak menyenangkan yang mungkin akan diterimanya. Jenis hukuman dapat berupa pembatalan pemberikan konsekwensi tindakan yang menyenangkan; misalnya pembatalan promosi, pembatalan bonus; maupun pelaksanaan hukuman seperti skors, PHK, potong gaji, teguran di muka umum, dan sebagainya. Meskipun hukuman mungkin mengakibatkan dampak sampingan yang tidak diharapkan, misalnya perasaan dendam, tetapi hukuman adalah bentuk kekuasaan paksaan yang masih digunakan untuk memperoleh kepatuhan atau memperbaiki prestasi yang tidak produktif dalam organisasi.
d) Kekuasaan Ahli
Seseorang mempunyai kekuasaan ahli jika ia memiliki keahlian khusus yang dinilai tinggi. Seseorang yang memiliki keahlian teknis, administratif, atau keahlian yang lain dinilai mempunyai kekuasaan, walaupun kedudukan mereka rendah. Semakin sulit mencari pengganti orang yang bersangkutan, semakin besar kekuasaan yang dimiliki.Kekuasaan ini adalah suatu karakteristik pribadi, sedangkan kekuasaan legitimasi, imbalan, dan paksaan sebagian besar ditentukan oleh organisasi, karena posisi yang didudukinya. Seorang montir mungkin sekali memiliki kekuasaan ahli karena dia mengetahui seluk beluk mesin secara rinci, lebih dari orang lain.
e) Kekuasaan Panutan
Banyak individu yang menyatukan diri dengan atau dipengaruhi oleh seseorang karena gaya kepribadian atau perilaku orang yang bersangkutan. Karisma orang yang bersangkutan adalah basis kekuasaan panutan. Seseorang yang berkarisma ; misalnya seorang manajer ahli, penyanyi, politikus, olahragawan; dikagumi karena karakteristiknya. Derajat kekuasaan panutan ditentukan oleh kekuatan pengaruh karisma terhadap orang lain. Dengan demikian basis kekuasaan antar pribadi dapat dikategorikan menjadi dua macam, organisasi dan pribadi. Kekuasaan legitimasi, imbalan dan paksaan terutama ditentukan oleh organisasi, posisi, kelompok formal atau pola interaksi khusus. Kekuasaan legitimasi seseorang dapat diubahdengan mengalihtugaskan orang yang bersangkutan, merumuskan kembali uraian pekerjaan atau mengurangi kekuasaan orang yang bersangkutan dengan menata kembali organisasi. Di lain pihak, kekuasaan panutan dan kekuasaan ahli sangat bersifat pribadi, tidak tergantung pada posisi dalam organisasi. Kelima jenis kekuaaan antara pribadi di atas tidaklah berdiri sendiri atau terpisah-pisah. Seseorang dapat menggunakan basis kekuasaan tersebut secara efektif melalui berbagai kombinasi. Mungkin juga penggunaan basis kekuasaan tertentu dapat mempengaruhi jenis kekuasaan yang lain. Misalnya, seorang manajer yang menggunakan kekuasaan paksan untuk menghukum seorang bawahan mungkin akan kehilangan kekuasaan panutannya karena kebanyakan orang tidak menyukai atau tidak mengagumi manajer yang menghukumnya.
2. Kekuasaan Struktural dan Situasional
Kekuasaan terutama ditentukan oleh struktur didalam organisasi.Struktur organisasi di pandang sebagai mekanisme pengendalian yang mengatur organisasi. Dalam tatanan struktur organisasi, kebijaksanan ngambilan keputusan dialokasikan keberbagai posisi. Selain itu struktur membentuk pola komunikasi dan arus informasi. Jadi struktur organisasi menciptakan kekuasaan dan wewenang formal, dengan menghususkan orang-orang tertentu untuk melaksanakan tugas pekerjaan dan mengambil keputusan tertentu dengan memanfaatkan kekuasaan informal mungkin timbul karena truktur informasi dan komunikasi dalam sistem tersebut . Posisi formal dalam organisasi amat erat hubungannya dengan kekuasaan dan wewenang yang melekat. Tanggung jawab, wewenag dan berbagai hak-hak yang lain tumbuh dari posisi seseorang. Bentuk lain kekuasaan struktur timbul karena sumber daya, pengambilan keputuan, dan informasi.
Sumber Daya
Seorang ahli mengemukakan bahwa kekuasaan struktur seorang berasal dari: pertama, penggunaan sumber daya, informasi, dan dukungan ; kedua, kemampuan memperoleh kerjasama untuk melakukan pekerjaan yang penting. Kekuasan terjadi jika seseorang mempunyai saluran terbuka atas sumber daya, dana tenaga kerja, teknologi, bahan mentah, pelanggan dan sebagainya. Dalam organisasi sumber daya vital dialokasikan dibawah sepanjang garis hierarki organisasi. Manejar tingkat atas mempunyai kekuasaan lebih banyak untuk mengalokasikan sumber daya dibandingkan dengan manajer tingkat bawahannya. Manajer tingkat yang lebih rendah memperoleh sumber daya yang diberikan oleh manajer tingkat yang lebih atas. Untuk menjamin pencapaian tujuan manajer tingkat yang lebih atas mengalokasikan sumber daya atas dasar prestasi dan kepatuhan. Jadi, seorang manejer tingkat atas biasanya mempunyai kekuasaan atas manajer yang lebih rendah harus menerima sumber daya dari atas untuk mencapai tujuan. Hubungan ketergantungan hierarki tersebut terjadi karena keterbatasan sumber daya yang terbatas harus dialokasikan seoptimal mungkin demi pencapaian tujuan. Tanpa kepatuhan yang cukup tujuan dan permintaan top manajer, manajer pada tingkat yang lebih rendah tidak dapat menerima sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan. Pebagian pekerjaan, misalnya posisi dalm hirarki organiasi, memberikan hak istimewa kepada mnajemen pada tingkat yang lebih tinggi untuk mangalokasikan sumber daya.
3. Kekuasaan Pengambilan Keputusan
Derajat sesorang atau sub unit dapat mempengaruhi pengambilan keputusan akan menentukan kadar kekuasaan. Sesorang atau sub unit yang memiliki kekuasaan dapat mempengaruhi jalannya proses pengembalian keputusan, alternatif apa yang seyogyanya dipilih dan kapan keputusannya diambil.
Kekuasan Informasi
Memiliki akses atau (jangkauan) atas informasi yang relevan dan penting merupakan kekuasan. Gambaran yang benar tentang kekuasan seseorang tidak hanya disediakan oleh posisi orang yang bersangkutan, tetapi juga oleh penguasan orang yng bersangkutan, tetapi juga oleh penguasan orang yang bersangkutan atas informasi yang relevan. Seseorang akuntan dalam struktur organisasi umumnya tidak memiliki basis kekuasaan antar pribadi khusus yang kuat atau jelas dalam struktur orgnisasi, tetapi mereka memiliki kekuasan karena mereka mengendalikan informasi yang penting. Selanjutnya situasi organisasi dapat berfungsi sebagai sumber kekuasaan atau ketidakkekuasaan. Manajer yang sangat berkuasa muncul karena ia mengalokasikan sumber daya yang dibutuhkan, mengambil keputusan yang penting, dan memiliki jgkun informsi yang penting. Dialah yang memungkinkan banyak hal yang terjadi dalam organisasi. Sebaliknya, manajer yang tidak mempunyai kekuasan tidak mempunyai sumber daya atau jangkuan informsi atau hak-hak prerogatif dalam pengambilan keputusan yang diperlukan agar produktif.
4. KRITERIA SEORANG PEMIMPIN
Siapa orang yang bisa diangkat atau dipilih untuk menjadi pemimpin. Untuk menjawab pertanyaan ini perlulah kita menentukan kriteria yang akan dipakai untuk memilih pimpinan tersebut. Seorang pemimpin itu haruslah paling sedikit mampu untuk memimpin para bawahan untuk mencapai tujuan organisasi dan juga mampu untuk menangani hubungan antar karyawan. Mempunyai interaksi antar personnel yang baik dan mempunyai kemampuan untuk bisa menyesuaikan diri dengan keadaan Sebagai sifat yang berguna bagi pemimpin yang dapat dipertimbangkan adalah :
1. Keinginan Untuk Menerima Tanggung Jawab
Apabila seseorang pemimpin menerima kewajiban untuk mencapai suatu tujuan, berarti ia bersedia untuk bertanggung jawab kepada pimpinannya atas apa-apa yang dilakukan bawahanya.Disini pemimpin harus mampu mengatasi bawahanya, mengatasi tekanan kelompok informal, bahkan kalau perlu juga harus serikat buruh .Hampir semua pemipin merasa bahwa pekerjaan lebih banyak menghabiskan energi daripada jabatan bukan pimpinan
2. Kemampuan Untuk Bisa”Perceptive”
Perceptive menunjukan Kemampuan untuk mengamati atau menemukan kenyataan dari suatu lingkungan. Setiap pimpinan haruslah mengenai tujuan organisasi sehingga mereka bisa bekerja untuk membantu mencapai tujuan tersebut. Disini ia memerlukan kemampuan untuk untuk memahami bawahan, sehingga ia dapat mengetahui kekuatan dan kelemahan mereka serta juga berbagai ambisi yang ada. Di samping itu pemimpin harus juga mempunyai persepsi intropektif ( menilai diri sendiri ) sehingga ia bias mengetahui kekuatan, kelemahan dan tujuan yang layak baginya. Inilah yang disebut kemampuan “Perceptive”
3. Kemampuan untuk bersikap Objektif
Objektivitas adalah kemampuan untuk melihat suatu peristiwa atau merupakan perluasan dari kemampuan perceptive.Apabila perceptivitas menimbulkan kepekaan terhdap fakta, kejadian dan kenyatan-kenyatan yang lain. Objektivitas membantu pemimpin untuk meminimumkan faktor-faktor emosional dan pribadi yang mungkin mengaburkan realitas.
4. Kemampuan Untuk Menentukan Perioritas
Seorang pemimpin yang pandai adalah seseorang yang mempuanyai kemampuan untuk memiliki dan menentukan mana yang penting dan mana yang tidak. Kemampuan ini sangat diperlukan karena pada kenyataanya sering masalah-masalah yang harus dipecahkan bukan datang satu per satu tetapi seringkali masalah datang bersamaan dan berkaitan antara satu dengan yang lainnya.
5. Kemampuan untuk berkomunikasi
Kemamapuan untuk memberikan dan menerima informasi merupakan keharusan bagi seorang pemimpin. Seorang pemimpin adalah orang yang bekerja dengan menggunakan bantuan orang lain, karena itu pemberian perintah, penyampaian informasi kepada orang lain mutlak perlu dikuasai. Sementara itu menurut study yang dilakukan Kurt Lewin dan temn-temn di Jowa State University Mengemukakan kriteria-kriteria seorang pemimpin:2)
5. PRILAKU PEMIMPIN
Pemimpin yang efektif kelihatannya tidak mempunyai sifat-sifat yang berbeda dengan mereka yang tidak efektif sehingga para ahli perilaku management tidak lagi meneliti tentang apa persayaratan ( kriteria ) seorang pemimpin yang efektif melainkan para ahli ini meneliti tentang hal-hal yang dilakukan oleh pemimpin yang efektif.Bagaimana mereka mendelegan tugas,bagaimana mereka mengambil keputusan, bagaimana mereka berkomunikasi dan memotivasi para bawahan Seorang pemimpin memang harus memiliki Kwalitas tertentu ( Kriteria tertentu ) namun disamping itu ada suatu cara terbaiak untuk memimpin tidak seperti kwalitas pemimpin, maka perilaku pemimpin merupakan sesuatu yang dapat dipelajari, jadi seseorang yang dilatih dengan kepemimpinan yang tepat akan bisa menjadi pemimpin yang efektif. Perilaku pemimpin ini disebut juga Gaya Kepemimpinan ( Style of Leadership ). Berbagai gaya kepemimpinan telah diteliti dan ditemukan bahwa setiap pemimpin telah diteliti dan ditemukan bahwa setiap pemimpin bisa mempunyai gaya kepemimpinan yang berbeda antara yang satu dengan yang lain, dan tidak mesti suatu gaya kepemimpinan yang satu lebih baik atau lebih jelek daripada gaya kepemimpinan yang lainya. Para ahli mencoba mengelompokkan gaya kepemimpinan dengan menggunakan sutu dasar tertentu. Dasar yang sering dipergunakan adalah tugas yang dirasakan harus dilakukakan oleh pemimpin, Kewjiban yang pimpinan harapakan diterima oleh bawahan dan falsafah yang dianut oleh pimpinan untuk pengembangan dan pemenuhan harapan para bawahan. Ada berbagai gaya kepemimpinan antara lain :
1. The anthocratic leader
Seorang pemimpin yang otokratik menganggap bahwa semua kewajiban untuk mengambil keputusan, untuk menjalankan tindakan, dan untuk mengarahkan tindakan, dan untuk mengarahkan, memberi motivasi dan mengawasi bawahanya terpusat ditanganya. Seorang pemimpin yang otokratik mungkin memutuskan, dan punya perasaan bahwa bawahanya tidak mampu untuk baranggapan mempunyai posisi yang kuat untuk mengarahkan dan mengawasi pelaksanaan pekerjaaan dengan maksud untuk meminimumkan penyimpangan dari arah yang ia berikan.
2. The Paticipative Leader
Apabila seseorang pemimpin menggunakan gaya partisipasi ia menjalankan kepemimpinan dengan konsultasi. Ia tidak mendelegasikan wewenangnya untuk membuat keputusan akhir dan untuk memberikan pengarahan tertentu kepada bawahanya. Tetapi ia mencari berbagai pendapat dan pemikiran dari pada bawahanya mengenai keputusan yang akan diambil. Ia akan secara serius mendengarkan dan menilai pikiran –pikiran para bawahanya dan menerima sumbangan pikiran mereka .Sejauh pemikiran tersebut bias dipraktekan .Pemimpin dengan gaya partisipatif akan mendorong kemampuan mengambil keputusan dari pada bawahanya sehingga pikiran –pikiran mereka akan selalu meningkat dan makin matang . Para bawahanya juga didorong agar meningkatkan kemampuan mengendalikan diri dan menerima tanggung jawab yang lebih besar. Pemimpin akan lebih “ Supportive” dalam kontak dengan para bawahan dan bukan menjadi bersikap diktator. Meskipun tentu saja. Wewenang terakhir dalam penganbilan keputusan terletak pada pimpinan.
3. The Free Rein Leader
Dalam gaya kepemimpinan “ Free rein “ pemimpin mendelegasikan wewenang untuk mengambil keputusan kepada para bawahanya dengan agak lengakap. Pada prinsipnya pimpinan akan mengatakan “ inilah pekerjaan yang harus saudara lakukakan. Saya tidak peduli bagaimana kalau mengerjakannya, asal kan pekerjaan tersebut bisa diselesaikan dengan baik “. Disini pimpinan menyerahkan tanggung jawab atas pelaksanaan pekerjaan tersebut kepada para bawahanya. Dalam artian pimpinan menginginkan agar para bawahan bisa mengendaliakan diri mereka sendiri di dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pimpinan tidak akan membuat peraturan-peraturan tentang pelaksanaan pekerjaan tersebut, dan hanya para bawahan dituntut untuk memiliki kemampuan/keahlian yang tinggi .
6. PENGAMBILAN KEPUTUSAN
Pengambilan keputusan adalah pekerjaan mental setiap orang yang disebut manajer (pimpinan), untuk memecahkan masalah-masalah yang selalu timbul setiap hari dan setiap saat. Kegiatan pengambilan keputusan diperlukan dalam setiap organisasi apapun, baik organisasi yang besar maupun yang kecil. Hal ini berarti kegiatan pengambilan keputusan diperlikan di dalam perusahaan, instasi pemerintah, kemiliteran, bahkan dalam organisasi yang terkecil yaitu keluarga. Seorang manajer atau pimpinan yang dalam pengambilan keputusan cepet dan tepat, maka manajer atau pimpinan tersebut dapat dinilai berhasil, dan sebaliknya bila keputusan yang diambil kurang cepat dan tepat maka dapatlah diambil suatu kesimpulan bahwa manajer atau pimpinan itu kurang berhasil.
Pengambilan keputusan dapat dilihat sebagai salah satu fungsi seorang pemimpin . Dalam pelaksanan kegiatan untuk menerjemahkan berbagi keputusan berbagai alternatif dapat dilakukan dan untuk itu pemilihan harus dilakukan. Pengambilan keputusan adalah soal yang berat karena sering menyangkut kepentingan banyak orang.Tidak ada sesuatu yang pasti dalam pengambilan keputusan . Pemimpin harus memilih diantara alternatif yang ada dan kemungkianan implikasi atau akibat suatu pengambilan keputusan tertentu.
1. Hakekat Pengambilan Keputusan
Pengambilan keputusan pada hakekatnya adalah suatu pendekatan yang sistematis terhadap hakekat suatu masalah . Pengumpulan fakta-fakta dan data, penentuan yang matang dari alternatif yang dihadapi dan mengambil tindakan – tindakan yang menurut perhitungan merupakan tindakan yang paling tepat. Dari pengertian ini dapat diartikan beberapa hal.
Dalam proses pengambilan keputusan tidak ada hal yang terjadi secara kebetulan.
Pengambilan keputusan harus didasarkan kepada sistematika tertentu, antara lain : dengan mempertimbangkan kemampuan organisasi, personnel yang tersedia, situasi lingkungan yang akan digunakan untuk melaksanakan keputusan yang diambil.
Sebelum suatu masalah dapat dipecahkan dengan baik, hakekat dari masalah tersebut harus diketahui dengan jelas.
Pemecahan masalah tidak dapat dilakukan dengan coba-coba tetapi harus didasarkan pada fakta yang terkumpul secara sistematis, baik dan dapat dipercaya.
Keputusan yang baik adalah keputusan yang diambil dari berbagi alternatif yang ada setelah alternatif-alternatif itu dianalisa secara matang.
2. Langkah-langkah Pengambilan Keputusan
Masalah yang dihadapi oleh seorang pemimpin terikat pada suatu tempat, situasi, orang dan waktu tertentu. Masalah dalam pengambilan keputusan senantiasa dihubungkan dengan tujuan yang jelas. Jenis-jenis masalah yang dihadapi oleh seorang pemimpin berdasarkan internitas masalahnya dapat digolongkan menjadi masalah yang sederhana dan masalah yang komplek. Masalah yang sederhana ialah masalah yang mengandung ciri-ciri : kecil, berdiri sendiri dan tidak/kurang mempunyai kaitan dengan masalah lain. Pemecahannya biasanya tidak memerlukan pemikiran yang luas tetapi cukup dilakukan secara individual, yang umumnya didasarkan kepada pengalaman, informasi yang sederhana dan wewenang yang melekat pada jabatan. masalah yang komplek yaitu masalah yang mempunyai ciri-ciri : besar, tidak berdiri sendiri sendiri, berkaitan dengan masalah-masalah lain, dan, mempunyai akibat yang luas. Pemecahannya umumnya dilakukan bersamaan antara pimpinan dengan stafnya Dilihat dari faktor penyebabnya, masalah yang dihadapi dapat berupa masalah yang jelas penyebabnya (structure problem) dan masalah yang tidak. Jelas penyebabnya (unstructured problem). Masalah yang jelas penyebabnya, faktor penyebabnya jelas. bersifat rutin dan biasanya timbul berulang-ulang, sehingga pemecahannya dapat dilakukan dengan proses pengambilan keputusan yang bercorak rutin dan dibakukan. Proses pengambilan keputusannya pada dasarnya telah ditentukan langkah-langkah tertentu, relatif mudah untuk memperhitungkan hasil serta akibat-akibatnya. Masalah yang tidak jelas penyebabnya yaitu masalah yang timbul sebagai kasus yang menyimpang dari masalah organisasl yang bersifat umum, faktor penyebabnya tidak jelas. Tehnik pengambilan keputusannya disebut non-programmed decision making technique, dimana diperlukan informasi tambahan, analisa, daya cipta, pertimbangan serta penilaian kasus. Pengambilan keputusan antara lain juga diartikan sebagai suatu tehnik memecahkan suatu masalah dengan mempergunakan tehnik-tehnik ilmiah. Secara singkat dapat dikatakan bahwa ada 7 langkahyang perlu diambil dalam usaha memecahkan masalah dengan mempergunakan teknik-teknik ilmiah. Langkah-langkah itu adalah (Siagian SP, 1973) :
1. Mengetahui hakekat dari pada masalah yang dihadapi, dengan perkataan lain mendefinisikan masalah yang dihadapi itu dengan setepat-tepatnya;
2. Mengumpulkan fakta dan data yang relevant
3. Mengolah fakta dan data tersebut;
4. Menentukan beberapa alternatif yang mungkin ditempuh;
5. Memilih cara pemecahan dari alternatif-alternatif yang telah diolah dengan matang;
6. Memutuskan tindakan apa yang hendak dilakukan ;
7. Menilai hasil-hasil yang diperoleh sebagai akibat daripada keputusan yang telah diambil.
Ketujuh langkah tersebut seolah-olah mudah untuk diambil, akan tetapi dalam kenyataannya yang telah diuji melalui berbagai eksperimendan penelitian, pengambilan ketujuh langkah itu tidaklah mudah. Implikasinya ialah setiap pimpinan harus terus berusaha untuk meningkatkan kemampuannya mempergunakan tehnik-tehnik ilmiah dimaksud.
7. GAYA KEPEMIMPINAN YANG EFEKTIF
Mengatur orang (dalam istilah karenanya ”memimpin orang”) adalah suatu hal yang ’gampang-gampang susah’, karena orang yang diatur (bawahan) dan orang yang mengatur (pemimpin / manajer) sering mempunyai pendapat, dan pengalaman, kematangan jiwa, kemauan dan kemampuan menghadapi situasi yang berbeda. Kemauan dan kemampuan bawahan berfareasi yaitu :
Ada bawahan yang tidak mau dan tidak mampu.
Ada bawahan yang mau, tetapi tidak mampu.
Ada bawahan yang tidak mau, tetapi mampu, dan
Ada bawahan yang mau dan mampu.
Bagaimana seorang manajer mengatur bawahan yang mempunyai kemauan dan kemampuan yang berbeda-beda tersebut? Untuk menjawab pertanyaan diatas, kita dapat berpaling pada teori kepemimpinan menurut situasi yang dikemukakan oleh Paul Hersey dan Ken Blanchard.
Menurut kedua pakar tersebut, tidak satu cara yang terbaik untuk mempengeruhi perilaku orang-orang. Gaya kepemimpinan yang efektif adalah kepemimpinan yang disesuaikan dengan tingkat kedewasaan bawahan yang akan dipengaruhi pemimpin.
Ada pemimpin yang cenderung berperilaku tugas atau mengarahkan (Task / Directive behavior), yaitu selalu memberi petunjuk kepada bawahan. Pemimpin jenis ini selalu menerapkan komunikasi satu arah dengan menjelaskan hal-hal yang perlu dilakukan anggota staf serta bilamana, diman, dan bagaiman cara pelaksanaannya. Dan ada pula pemimpin yang cenderung berperilaku sportif / hubungan (Suportive / Relationship behavior), yaitu pemimpin tersebut menerapkan komunikasi dua arah dengan memberikan dukungan sosio-emosional (Socioemotional suport), sambaran-sambaran psikologis / semangat (psychological strokes), dan pemudahan perilaku (Facilitating behaviors).
Dapat disimpulkan bahwa keberhasilan seorang pemimpin adalah apabila ia dapat mengidentifikasikan tingkat kedewasan individu atau kelompok bawahan yang hendak ia pengaruhinya, dan menerapkan gaya kepemimpinan yang sesuai. Dengan kata lain, efektifitas seseorang menajer dalam memimpin bawahannya banyak tergantung dari situasi dan kematangan bawahannya, tidak ada gaya kepemimpinan yang paling baik dan tidaklah tepat menerapkan gaya kepemimpinan yang sama p-ada setiap saat / situasi yang di hadapinya. Konsep kepemimpinan situasional ini telah dapat membekali manager dengan pedoman untuk menentukan hal-hal yang perlu mereka lakukan terhadap bawahan dalam berbagai situasi.
BAB III
PENUTUP
1) KESIMPULAN
Seorang pemimpin yang efektif harus mempunyai keberanian untuk mengambil keputusan dan memikul tanggung jawab atas akibat dan resiko yang timbul sebagai konsekwensi daripada keputusan yang diambilnya Tentunya dalam mengambil keputusan. Seorang pemimpin harus punya pengetahuan, keterampilan, informasi yang mendalam dalam proses menyaring satu keputusan yang tepat. Disamping itu, seorang pemimpin yang efektif adalah seseorang yang dapat mempengaruhi dan mengarahkan segala tingkah laku dari bawahan sedemikian rupa sehingga segala tingkah laku bawahan sesuai dengan keinginan pimpinan yang bersangkutan. Untuk itu seorang pemimpin setidaknya harus memiliki kriteria-kriteria tertentu, misalnya kemampuan bisa "perceptive" dan objektif. Dalam mengarahkan dan memotivasi bawahan agar melakukan pekerjaan dengan sesuai, seorang pemimpin bisa memilih suatu gaya kepemimpinan tertentu apakah gaya autokratis, gaya partisipatif dan bahkan gaya Free Rein yang sesuai dengan situasi dan lingkungan para bawahan. Hanya dengan jalan demikian pencapaian tujuan dapat terlaksana dengan efisien dan efektif.
2) SARAN
Marilah kita menjadi pribadi-pribadi yang perbedaannya adalah kemampuan untuk mengubah yang biasa, menjadi yang luar biasa. Perhatikanlah, sebuah organisasi, tidak mungkin bisa bergerak mendekati bentuk kreatifitas apapun, bila sang pemimpin menjadikan dirinya sendiri sebagai contoh utama dalam penolakan cara-cara yang lebih baik.
Dari mana memulainya?
• Seperti dalam hal apapun,
• Mulailah dari diri kita sendiri.
• Anda adalah seorang khalifah
DAFTAR PSTAKA
Aun Falestian Faletehan. 2006. Dasar-dasar manajemen. Fakultas Dakwah. IAIN Sunan Ampel Surabaya.
Drs. Mamduh. M Hanafi, MBA. 1987. Manajemen. Yogyakarta : Percetakan akademi manajemen perusahaan YKPN
Drs.Amin Tunggal Ak MBA. 2002 Manajemen Sutatu Pengantar. Jakarta : PT Rineka Cipta.
Heidjrachman Ranupandojo. Suad Husnan. 1996. Manajemen Personalia, BPFE. Yogyakarta :
Drs. Ec. Alex S. Natisemito. 1989. Manajemen Statu Dasar danPengantar. Yakarta : Balai Aksara. Yudhistira. dan Pustaka Saadiyah.
Robert J. Thie Rauf, 1984. Effective Management Information Systems. E. Merril Publishing Co. Ohio. USA.
Robert Albanese, David D. Van Fleet, 1984. Organizational Behavior. A Managerial Viewpoint. Dryden Press. Texas.
M. Manulang. 1990. Manajemen Personalia. Jakarta : Ghalia Indonesia.
Saul. W. Gellerman, 1983. Manajer dan bawahan, Seri Manajemen No 83, Lembaga Pendidikan dan Pembinaan Manajemen. (LPPM).
Winardi, 1990. Manajemen Personalia, Bandung : Abardin,
Miftah Thoha, 1985. Kepemimpinan Dalam Manajemen. Jakarta : CV. Rajawali.
James. L. Gibson, John M. Ivancevich, James H. Donnely, 1994. organisasi dan Manajemen. Jakarta : Erlangga.
Jumat, 18 Desember 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar